Rabu, 29 Desember 2010

cerpen ALVIA

Aku tau hari ini akan terjadi. Hari dimana dia memintaku untuk melepasnya pergi ke seberang benua.
Satu bulan yang lalu, dia bertanya
# Flashback mode : on #
“Kalau misalnya aku harus pergi ninggalin kamu untuk sementara, apa hubungan kita akan tetep lanjut??” tanyanya sambil menatap bintang yang terlihat cerah di langit taman malam itu.
“Ya, semuanya tergantung kamu.” Jawabku singkat.

Kau menatapku heran dan bertanya “ Maksudnya??”
“ya kalau kamu sanggup long distance, hubungan kita akan lanjut. Tapi kalau kamu gak sanggup, aku akan nunggu kamu balik ke sini.” Jelasku
Kau tersenyum mendengar penjelasanku.
“tapi kalau aku gak balik lagi??” Tanyamu lagi.
“Ssttt..jangan ngomong yang enggak-enggak. Omongan itu sama aja do’a. Aku gak mau tuhan denger omonganmu itu, Sivia Azizah.” Ucapku seraya menaruh telunjukku di bibirnya.
Kau terdiam .
Saat itu aku sangat mencintaimu.
Cinta yang masih bertahan sampai sekarang.
“Emang kamu mau pergi kemana?” tanyaku.
“Sebulan lagi papaku di pindah tugas ke New York. Dan aku harus ikut. Selama 3 tahun aku harus tinggal disana. Tapi Nanti aku akan kuliah di Indonesia.” jelasnya menatapku.
Aku membalas tatapanmu.
“Sebenernya aku gak pengen kamu pergi, walaupun cuma sementara.” ucapku sungguh-sungguh.
“Aku sebenernya juga gak pengen pergi, tapi aku harus pergi vin.”
Aku memelukmu. Kau membalas pelukanku.
“Kalau memang aku gak bisa cegah kamu pergi. Aku akan tetap nunggu kamu dan gak akan ada yang bisa gantiin kamu.” janjiku kepadanya.
“Janji??” tanyanya melepaskan pelukanku dan mengacungkan jari kelingkingnya.
“Aku janji.” kataku seraya menautkan jari kelingkingku ke jari kelingkingmu.
“Aku juga janji gak akan ada yang akan gantiin kamu di hatiku, aku akan jadi cinta terakhirmu dan kamu akan jadi cinta terakhirku.” Janjinya.
Aku mengecup keningnya lembut.
“Aklu cinta kamu, Alvin Jonathan Sindunata.” ucapnya.
“Aku juga cinta kamu, Sivia Azizah.” balasku.
#Flashback mode : off#

Malam ini aku dan Sivia duduk bersebelahan di taman. Hening menyelimuti aku dan dia selama beberapa menit.
“Kamu besok jadi pergi jam brapa??” tanyaku memecah keheningan.
“Jam 10 pagi.” jawabnya singkat.
“Aku anter ya?”tawarku.
“Gak usah. Kamu kan harus latian basket.” larangnya.
“Aku bisa minta izin.”
“Alvin,please. Kalau kamu ikut anter aku ke bandara. Aku malah susah buat ninggalin kamu.” mohonnya menatapku.
“ Ok. Aku ngerti.” jawabku pasrah.
“Kita putus aja,ya. Aku cuma gak mau kamu terikat sama aku tapi hati kamu udah bukan buat aku.” jelasnya.
Aku menghela nafas.
“Aku terima keputusanmu. Tapi aku akan tetap tepatin janjiku.” jawabku mantap.
Dia tersenyum.
“Gak perlu,vin.” ucapnya
“Aku cuma mau nepatin janjiku. Kalau kamu gak nepatin janjimu, aku gak marah kok.”
"Aku harus pulang. Aku gak boleh telat bangun besok." ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Aku anter ya??" tawarku.
"Gak usah,vin. Aku di jemput kok." tolaknya.
"Ok. See you later." kataku
"See you later too." balasnya melambaikan tangan.

Aku mengambil gitarku dan memainkannya sambil bernyanyi menatap kepergiannya.

Sumpah tak ada lagi
Kesempatan untuk ku
Bisa bersamamu
Kini ku tau
Bagaimana cara ku
Untuk dapat trus denganmu
Bawalah pergi cintaku
Pada ke mana pun kau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan
Kita nanti

Saat mendengar aku bernyanyi Sivia menghentikan  langjahnya dan berbalik.
Setelah aku bernyanyi aku melihat dia meneteskan air mata.
Kau berlari dan langsung memelukku.
Aku membalas pelukanmu.
Kau menangis di pelukanku.

"Aku gak mau pergi ninggalin kamu,vin. Aku pengen tetep disini, sama kamu. Aku cinta kamu, Alvin."
ucapmu terisak di pelukanku.
"Aku juga cinta sama kamu. Kamu tetep harus pergi. Aku janji gak akan ada yang bisa gantiin kamu di hatiku. Walaupun kita jauh, kita masih bisa kirim e-mail dan chatting.

Senin, 13 Desember 2010

Cinta Kilat (Last part)

ALVIN P.O.V.
Kepala Zeze tersandar rapi di pundakku.
Entah kenapa aku tidak berusaha menghindar atau menyenderkan kepalanya ke jendela.
Aku malah mengamatinya. Ia cantik saat terlelap, tanpa sadar aku membelai rambutnya dan berusaha melepaskan kacamata, yang tampaknya mengganggu.
Ku benahi letak kepalanya agar ia nyaman di pundakku.
Wajahnya kelihatan kelelahan, mungkin karena mempersiapkan barang-barangnya semalam.
Aku berpikir sejenak, kenapa aku memperhatikannya?
kenapa aku harus membiarkannya tidur di pundakku?
Dan kenapa sejak tadi jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya?
Tapi aku merasakan kenyamanan saat berada di dekatnya.
kenyamanan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Kubiarkan pikiran-pikiranku melayang.
mataku terasa berat, dan aku mulai terlelap.

ZEVANA P.O.V

Aku membuka mataku perlahan. Entah kenapa aku tidur sangat nyenyak padahal ini tidur di bis. Aku menegakkan kepalaku, dan aku tersadar 'aku tertidur di pundak Alvin'.
Aku celingukan melihat teman-temanku, mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing, kebanyakan memang tertidur.
'mudah-mudahan tidak ada yang memperhatikan kami.' pikirku.
Alvin, dia juga sedang tidur. Tapi, kenapa dia tadi membiarkanku tidur di pundaknya??
Aku berdiri. Keke, Deva, Ray, Oliv, Acha, dan Ozy sedang tidur.

“Ze, kamu sudah bangun?” Tanya bu Winda, wali kelasku.
“Ya,bu. Ada apa??”
“Sini, kamu belum makan siang kan??” kata bu Winda.

Aku berusaha keluar dari tempat dudukku dengan tidak membangunkan Alvin.

“Terima kasih,bu.” Ucapku setelah menerima dus yang berisi makanan.
“ya.sama-sama. Ini sekalian milik Alvin” kata bu Winda sambil memberikan satu dus lagi.

~~~~~~~~~~SKIP~~~~~~~~~~~~~~

“Hoaahhmm.” Aku mendengar suara Alvin menguap.
Aku menoleh.
Dia membuka mata sipitnya, dan mengucek matanya.
“Udah bangun Ze??” katanya
“Udah.” Jawabku singkat dengan mulut penuh makanan.
“Sepi banget disini.” Katanya sambil celingukan.
“Ya, anak-anak lagi pada tidur.Nih makanan lo.” Kataku sambil menyerahkan makanan yang diberikan bu Winda tadi.
“Thanks.” Ucapnya singkat.
“Eh,kacamata gue mana??” tanyaku.
“Hah?? Kacamata??” dia balik nanya.
“Iya,kacamata yang tadi gue pakek.” Kataku menjelaskan.
“Oh. Nih.” Katanya sambil memberikan kacamata ku.
“Kenapa tadi lo ambil??” tanyaku penasaran.
“Lha lo tidur pakek kacamata. Apa telinga lo gak sakit. Ya udah gue lepasin.” Jelasnya.
“Oh..thanks,deh.” Ucapku.

Dia perhatian banget sih, sampe hal sepele kayak gitu di urusin.
Aku meneruskan makanku dan terus memikirkan hal itu.
Alvin juga meneruskan makanannya.

Setelah selesai makan, aku bingung harus melakukan apa.
Aku hanya diam memandang ke lluar jendela bis.
“Ze,lo gak bosen apa daritadi diem mulu??” Tanya Alvin memulai pembicaraan.
“Hmm..bosen juga sih. Abis bingung mau ngapain.” Ucapku jujur.
“Ya,disini kan ada gue. Ajak ngobrol gue kek.” Katanya.
“Kan lo udah ngajak ngobrol gue duluan.”
“Iya,juga sih. Lo marah ya sama gue??” Tanya Alvin.
“Marah??kenapa gue harus marah??” aku balik bertanya.
“Mm..gak tau juga.” Kata Alvin garuk-garuk kepala.
“ya, kalo gitu gak usah nanya vin.” Ucapku
“Abis lo daritadi diem aja.”
“Gue diem, karenam gue bingung mau nbgomong apa.”kataku jujur.
“Hahahaha..Ngapain lo bingung??nyantai aja lagi.”katanya ngakak.
“Yahh..dia malah ngakak.”
Obrolan itu berlangsung lama dan seru. Kadang kami tertawa bersama. Aku merasa nyaman di dekatnya, obrolan kami juga nyambung.


Saat di kapal, aku bersama sahabat-sahabatku.
Obrolan kami, hanya AKU dan ALVIN.
Yah, sebenernya aku malu, tapi ya aku hanya menjawab pertanyaan mereka seadanya.

Aku menjauh dari mereka.
Mencari angina dan menikmati indahnya laut.
Aku merasa kedinginan. Aku mendekap tanganku, agar merasa lebih hangat.
Tapi tiba-tiba seseorang mmakaikan jaket dari belakang.
Aku menoleh.
“Alvin??” kataku saat melihatnya.

“Lo kedinginan kan??” tanyanya.
“Iya sih,tapi kan gak harus minjemin jaket lo ke gue.”
“Ya elah, nyantai ajja lagi. Gue juga pakek lengen panjang ini.” Jawabnya santai.
‘Ni anak cuek banget sih, sikapnya kan bisa buat gue GR. Apa dia gak mikir??’ batinku dalam hati.

Alvin
Aku gugup saat berada di dekatnya, rasanya jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku berusaha menghilangkan kegugupanku dengan memasukkan tanganku ke dalam saku celana.
Aku melihatnya menggosok-gosok tangannya, dia masih kedinginan. Kuberanikan diri menggenggam kedua tangannya dan menggosok-gosoknya.
“Kalo gini udah agak hangat kan??” kataku sambil tetap menghangatkan tangannya.
Dia tampak kaget. Namun ia menganggukdan menatapku seolah bertanya ‘Buat apa lo lakuin ini?’
Aku balik menatapnya dan tersenyum kepadanya. Selama beberapa menit tatapan kami beradu dan tangan kami masih saling menggenggam.
‘Dia cantik,manis, dan aku nyaman berada di dekatnya. Perasaan apa ini sebenarnya? Apakah ini cinta??’ pikirku
Laju kapal yang berhenti turut menghentikan aktifitas kami.
“Mm..keliatannya udah sampe. Kita turun yuk.” Kataku sambil melepaskan genggaman tangan kami secara bersamaan.
Dia mengangguk mengiyakan perkataanku.
Kami turun kapal berdua, sahabat-sahabat kami mungkin sudah ada di pelabuhan.
Kami hanya diam saat berjalan menuju bis.
Aku berusaha memulai pembicaraan.
“Ma..” kata kami bersamaan.
Kami tertawa kecil.
“Lo duluan aja,Ze.” Kataku menyuruhnya.
“Gak usah, lo duluan aja.” Balasnya.
“Ladies first,Zevana.”
“Oke,gue duluan.Mm.. makasih ya buat tangan sama jaket lo tadi.” Katanya.
“Berhasil buat gue hangat.” Tambahnya.
“Iya.” Jawabku singkat.
“Terus lo mau ngomong apa tadi??” tanyanya penasaran.
“Gue mau minta maaf karena gue tadi udah lancang megang-megang tangan lo.”
“Hahahaha.. gak papa lagi, nyantai aja.” Ucapnya ngakak dan enteng.

~~~~~~~~~~~~~~~SKIP~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kami melanjutkan perjalanan kami menuju hotel.
Aku dan Zeze sekamar dengan sahabat kami masing-masing.
Zeze bersama Keke, Acha dan Oliv.
Aku bersama Deva, Ozy dan Ray.
Sisa hari itu kami habiskan di hotel seharian untuk tidur.

Keesokan Harinya..
Hari ini waktunya kita berkunjung ke tempat-tempat wisata di Bali.
Kami berdelapan selalu bersama. Terkadang kami berfoto, bercanda, dan tertawa.
Tapi ya sahabat-sahabat ku dan Zeze tetap sering bersama dengan pacar masing-masing.
Dan aku bersama Zeze.

Selama bersama Zeze (hanya berdua) aku merasa nyaman, nyaman sekali.
Saat berjalan mengelilingi tanah lot, aku dan Zezememutuskan untuk tidak ke pantai melainkan hanya berjalan mengelilingi bukit-bukit yang ada di sekitar pantai.
Seperti biasa kami hanya mengobrol santai Apapun bisa jadi bahan obrolan kami. Saat melihatnya tersenyum, hatiku merasa tenang.
Aku menggandeng tangannya. seperti biasa, dia tampak terkejut. Dia menatapku dan tersenyum seakan dia membolehkanku menggandeng tangannya.
Hening..beberapa menit.
“gak ada yang marah kan kalo gue gandeng tangan lo?” tanyaku memecah keheningan.
Dia hanya menggeleng dan teripu malu.
Setelah itu, kami kembali ngobrol santai seperti biasa.
Hari itu berjalan dan berakhir menyenangkan.

Esoknya, saat sore hari acara kami bebas.
Kami berdelapan memutuskan menghabiskan sore itu di pantai kuta sambil menikmati sunset.

“Kita mencar yuk, kayaknya lebih asyik.” Usul Deva dengan kerlingan matanya.
“Tunggu. Inget gak janji kalian bertiga sebelum kita berangkat??” tanya Zeze sambil menunjuk Acha, Keke, dan Oliv.
“Janji yang mana??” tanya Acha pura-pura tidak mengerti.
“Yang gak akan nyuekin gue.” Ucap Zeze.
“Kita gak nyuekin lo kan sekarang buktinya.” Kata Keke.
“Tapi secara gak langsung kalo lo pada minta kita mencar mulu sama aja nyuekin gue kan??” Jelas Zeze.
“Yahh..Zeze jangan cemberut gitu dong.” Rayu Acha.
“Sekali ini,deh. Lo kan baik Ze.” Kata Ray merayu.
“Terserah.” Kata Zeze sambil pergi meninggalkan tempat kami berkumpul.
“Zeze tunggu.” Cegah Oliv yang daritadi diam
TApi Zeze tetap berlalu tanpa memperdulikan panggilan sahabatnya ittu.
“Udah, Liv. Biar gue aja yang kejar dia.” Ucapku.
“Tolong kita ya, Vin.” Ucap Acha dan Keke memelas.
Aku mengangguk dan berlari mengejar Zeze.
“Ze,tunggu.” Panggilku.
Tapi ia tetap berlari menjauh. Aku mengejarnya sampai ia berhenti dan duduk di sebuah batu karang yang cukup besar untuk duduk berdua.Aku menghampirinya.
“Boleh gue duduk di samping lo??” tanyaku hati-hati.
Ia mengangguk. Akupun duduk di sampingnya.
“gue tau kok,Ze.Apa yang lo rasain.” Kataku berusaha menenangkannya.
“Ya kita sama-sama ngalamin ini.”ucapnya dengan suara serak dan parau.
Aku membelai lembut rambut panjang hitamnya.
“Kalo lo pengen nangis, nangis aja Ze sepuas lo. Gue siap kok nampung tangisan dan curhatan lo.”
Dia terdiam. Sedetik kemudian, ia menumpahkan air matanya.
“Gue kangen,vin. Sama mereka yang dulu. Sebelum mereka punya pacar. Mereka selalu merhatiin gue, gue diem bentar aja mereka udah pada khawatir. Kita selalu ngabisin waktu bareng-bareng. Entah itu foto-foto, nonton, makan chattingan.” Jelasnya terisak.
Aku memeluknya, mencoba menenangkan hatinya.
Dia membalas pelukanku. Tapi masih tetap menangis walaupun tidak separah tadi.
“Sekarang, waktu kita kumpul aja jarang. Bahkan pernah sehari,kita gak ngumpul, karena aktifitas mereka sama pacar-pacarnya. Dulu mereka selalu ada saat gue butuhin, juga sebaliknya. Dan lo tau vin, gue sekarang kayak supir yang kehilangan kendali bisnya. Gue pengen mereka balik kayak dulu.” Curhatnya.

Zevana

Aku menumpahkan air mataku dan semua kekesalanku di pelukan Alvin. Aku merasa tenang dan nyaman saat aku ada di pelukannya. Dia membelai rambutku dengan lembut, dan membuat tangisanku berhenti. Semua kekesalan dan kemarahanku lenyap di pelukannya.
“Udah tenang kan??” tanyanya.
Aku mengangguk dan melepaskan pelukanku.
“sorry.” Ucapku.
“gak papa kok,Ze. Apapun bakal gue lakuin asal lo tenang.” Ucapnya sambil menghapus air mataku.
Aku mendongak,kaget. Mendengar ucaapannya.
“Lo ngerti kan kalo orang baru punya pacar pasti lupa semuanya. Mereka mungkin terlalu seneng, sampai mereka lupa sama orang yang berarti di hidup mereka. Ya kita sebagai sahabat Cuma harus sabar kalo kita dicuekin. Itu mungkin Cuma sementara. Ya Cuma awal-awal ini aja. Kalo udah lumayan lama mereka juga pasti balik kayak dulu lagi. Sekarang kita Cuma bisasabar.” Nasehatnya panjang lebar.
Aku mengangguk tanda mengerti.
“Thanks,ya vin. Kalo lo gak ada di sini gue gak tau apa yang harus gue lakuin.”
“Sama-sama,Ze. Apapun bakal gue lakuin asal air mata lo berhenti dan ada senyum di wajah lo.” Ucapnya manis.
“Vin, jangan ngegombal deh. Buat yang kedua kali.” Kataku sewot.
“Siapa yang ngegombal?? Gue serius Zevana Arga Ane Angesti.” Katanya sambil menatap mataku dalam.
Aku diam tak bisa berkata-kata.
”Gue sayang sama lo,Ze. Bukan Cuma sayang, tapi Cinta. Kita emang baru deket 3 hari ini. Jujur gue ngerasa tenang banget di deket lo. Dan gue nyaman. Kenyamanan yang belom pernah gue rasain sebelumnya.Gue juga gak tau kenapa gue bisa cinta sama lo. Jantung gue gak pernah tenang saat gue deket sama lo. Lo rasain ini. ” katanya sambil menarih tanganku dan menaruh di dadanya.
Aku merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Aku tersenyum.
“Gue cinta sama lo,Ze. Mau gak lo jadi pengisi hati gue??” tanyanya sambil menatapku dalam.
“Sorry, gue gak bisa vin.” Kataku
“Gak papa kok,Ze. Tapi kita…” kata-katanya terpotong.
Aku menaruh telunjukku di bibirnya.
“Gue belom selesai ngomong, Alvin.”
“Gue gak bisa bo.ongin perasaan gue. Gue juga cinta sama lo.” Kataku lagi.
“Jadi??” tanyanya meyakinkan.
“ya, jadi gue mau jadi pacar seorang Alvin Jonathan Sindhunata.” Kataku tersenyum.
Dia memelukku. Aku membalas pelukannya.
“Makasih, Ze. Jangan nangis lagi ya.” Ucapnya lembut.
“Ya,sama-sama. Eh, liat deh kita jadian pas banget sama waktu sunset.” Kataku melepaskan pelukannya dengan lembut dan menunjuk matahari yang sedang kembali ke peraduannya.
“Kita itung,yuk.” Kata kami bersamaan.
“5,4,3,2,1.” Kami menghitung pelan-pelan dan tepat pada hitungan terakhir langit senja berubah menjadi langit malam..
“ZEEEVIIINN.” Aku dan Alvin mendengar teriakan. Kami menoleh.
Ternyata sahabat-sahabat kami.
Alvin turun dari batu karang terlebih dahulu, setelah itu membantuku turun.
Sahabat-sahabatku berlari menghampiri kami, diikuti pacar-pacarnya. Aku pun berlari menghampiri mereka. Kami berempat (aku,Acha,Keke,dan Oliv) berpelukan.
“maafin kita,ya Ze. Kita udah nyuekin lo selama ini” kata Acha.
“iya, maafin kita ya. Kita terlalu seneng sampe kita lupa sama orang yang paling berharga dalam hidup kita.” Kata Keke.
“Ya kita minta maaf. Lo jadi sedih gara-gara kita.” Sambung Oliv.
“Gak papa,kok. Gue ajja yang terlalu kekanak-kanakan. Gue terlalu bergantung sama kalian. Makanya saat kalian nyuekin gue dikit aja, gue jadi sedih.” Ucapku.
Kami melepaskan pelukan kami.
Kemudian meletakkan tangan kami berempat di tengah.Alvin dan sahabat-sahabatnya juga melakukan hal yang sama.
Kami berteriak “BEST FRIEND FOREVER.” Saat mengangkat tangan kami bersama-sama.

~~~~~~~~~~~~~~~~~TAMAT ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Jumat, 03 Desember 2010

Cinta Kilat (part3)


ALVIN P.O.V.
Kepala Zeze tersandar rapi di pundakku.
Entah kenapa aku tidak berusaha menghindar atau menyenderkan kepalanya ke jendela.
Aku malah mengamatinya. Ia cantik saat terlelap, tanpa sadar aku membelai rambutnya dan berusaha melepaskan kacamata, yang tampaknya mengganggu.
Ku benahi letak kepalanya agar ia nyaman di pundakku.
Wajahnya kelihatan kelelahan, mungkin karena mempersiapkan barang-barangnya semalam.
Aku berpikir sejenak, kenapa aku memperhatikannya?
kenapa aku harus membiarkannya tidur di pundakku?
Dan kenapa sejak tadi jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya?
Tapi aku merasakan kenyamanan saat berada di dekatnya.
kenyamanan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Kubiarkan pikiran-pikiranku melayang.                               
mataku terasa berat, dan aku mulai terlelap.

ZEVANA P.O.V

Aku membuka mataku perlahan. Entah kenapa aku tidur sangat nyenyak padahal ini tidur di bis. Aku menegakkan kepalaku, dan aku tersadar 'aku tertidur di pundak Alvin'.
Aku celingukan melihat teman-temanku, mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing, kebanyakan memang tertidur.
'mudah-mudahan tidak ada yang memperhatikan kami.' pikirku.
Alvin, dia juga sedang tidur. Tapi, kenapa dia tadi membiarkanku tidur di pundaknya??
Aku berdiri. Keke, Deva, Ray, Oliv, Acha, dan Ozy sedang tidur.

“Ze, kamu sudah bangun?” Tanya bu Winda, wali kelasku.
“Ya,bu. Ada apa??”
“Sini, kamu belum makan siang kan??” kata bu Winda.

Aku berusaha keluar dari tempat dudukku dengan tidak membangunkan Alvin.

“Terima kasih,bu.” Ucapku setelah menerima dus yang berisi makanan.
“ya.sama-sama. Ini sekalian milik Alvin” kata bu Winda sambil memberikan satu dus lagi.

~~~~~~~~~~SKIP~~~~~~~~~~~~~~

“Hoaahhmm.” Aku mendengar suara Alvin menguap.
Aku menoleh.
Dia membuka mata sipitnya, dan mengucek matanya.
“Udah bangun Ze??” katanya
“Udah.” Jawabku singkat dengan mulut penuh makanan.
“Sepi banget disini.” Katanya sambil celingukan.
“Ya, anak-anak lagi pada tidur.Nih makanan lo.” Kataku sambil menyerahkan makanan yang diberikan bu Winda tadi.
“Thanks.” Ucapnya singkat.
“Eh,kacamata gue mana??” tanyaku.
“Hah?? Kacamata??” dia balik nanya.
“Iya,kacamata yang tadi gue pakek.” Kataku menjelaskan.
“Oh. Nih.” Katanya sambil memberikan kacamata ku.
“Kenapa tadi lo ambil??” tanyaku penasaran.
“Lha lo tidur pakek kacamata. Apa telinga lo gak sakit. Ya udah gue lepasin.” Jelasnya.
“Oh..thanks,deh.” Ucapku.

Dia perhatian banget sih, sampe hal sepele kayak gitu di urusin.
Aku meneruskan makanku dan terus memikirkan hal itu.
Alvin juga meneruskan makanannya.

Setelah selesai makan, aku bingung harus melakukan apa.
Aku hanya diam memandang ke lluar jendela bis.
“Ze,lo gak bosen apa daritadi diem mulu??” Tanya Alvin memulai pembicaraan.
“Hmm..bosen juga sih. Abis bingung mau ngapain.” Ucapku jujur.
“Ya,disini kan ada gue. Ajak ngobrol gue kek.” Katanya.
“Kan lo udah ngajak ngobrol gue duluan.”
“Iya,juga sih. Lo marah ya sama gue??” Tanya Alvin.
“Marah??kenapa gue harus marah??” aku balik bertanya.
“Mm..gak tau juga.” Kata Alvin garuk-garuk kepala.
“ya, kalo gitu gak usah nanya vin.” Ucapku
“Abis lo daritadi diem aja.”
“Gue diem, karenam gue bingung mau nbgomong apa.”kataku jujur.
“Hahahaha..Ngapain lo bingung??nyantai aja lagi.”katanya ngakak.
“Yahh..dia malah ngakak.”
Obrolan itu berlangsung lama dan seru. Kadang kami tertawa bersama. Aku merasa nyaman di dekatnya, obrolan kami juga nyambung.


Saat di kapal, aku bersama sahabat-sahabatku.
Obrolan kami, hanya AKU dan ALVIN.
Yah, sebenernya aku malu, tapi ya aku hanya menjawab pertanyaan mereka seadanya.

Aku menjauh dari mereka.
Mencari angina dan menikmati indahnya laut.
Aku merasa kedinginan. Aku mendekap tanganku, agar merasa lebih hangat.
Tapi tiba-tiba seseorang mmakaikan jaket dari belakang.
Aku menoleh.
“Alvin??” kataku saat melihatnya.

Rabu, 01 Desember 2010

Cinta Kilat (part 2)

Zevana P.O.V
"Hai,vin.gak papa kan kalo lo duduk sama Zeze." tanya Deva.
Ya cowok itu bernama Alvin, sahabat dari pacar-pacar sahabatku.
Alvin tak menanggapi omongan Deva. Dia menaruh tasnya d tempatnya. dan aku kembali ke aktifitasku sebelumnya, mengamati orang-orang di luar bis.
O..iya diantara sahabat-sahabatku hanya aku yang tidak punya pacar. Bukan tidak tapi belum.
Yah..sama dengan Alvin.
Aku mengakui sih, Alvin ganteng plus keren. Gak heran kalau cewek satu sekolah selalu berebut perhatiannya.
Aku meliriknya sekilas. Aku jadi senyum-senyum sendiri. 'cowok populer di sekolah,sedang duduk di sampingku sekarang.' pikirku.
Dia keren juga pakek celana pensil hitam, kaos lengan panjang berwarna putih, dan sepatu ket putih andalannya.
Apa tadi?? kaos lengan panjang berwarna putih?? Hey, bajuku berwarna senada dengannya.
Aku memakai jins selutut, kaos putih bergambar, dan sneakers putih kesayanganku.
Ah.. kebetulan yang tidak diduga.

Alvin P.O.V

'Sialan. Gara-gara itu kunyuk tiga gue jadi duduk sama Zeze deh. Ini cewek jutek banget lagi.' omelku dalam hati.Aku melirik Zeze sekilas.
'Lha tadi jutek banget, sekarang malah senyam-senyum Gaje.' pikirku.

"Eh,kenapa lo senyam-senyum kayak orang gila? Seneng ye duduk sama cowok ganteng kayak gue?"kataku
"Najis, PD amat lo. Ganteng apaan?? Sipit gitu,ganteng darimana??" Ledek Zeze.
"Eh, jangan salah spit-sipit gini. Banyak yang naksir gue tau." Balasku
"KePDan lo."
"Aneh banget jadi cewek. tadi jutek abis, eh barusan senyam-senyum gaje." omelku.
"Gue jutek karna mood gue lagi jelek. Gara-gara sahabat-sahabat gue pada duduk sama sahabat-sahabat lo." Jelasnya
"Nasib kita sama ya,sama-sama di abaikan sahabat kita gara-gara pacar-pacarnya." curhatku.
"Iyya, kejem ya mereka." katanya sambil menatap langit.
"Kita bukan kejem, tapi pengen lo berdua lebih deket." sahut Deva di sambut anggukan Keke.
"Ngikut aja lo berdua." ucap Zeze
"Tau, bela diri lo dev."kataku menimpali.
"Udah yuk,Ke. gak usah ngurusin orang lagi PDKT." kata Deva.
"Siapa yang lagi PDKT ??"Bentakku dan Zeze bersamaan.
"Ciyee..Kompak ni.. yee." ledek Deva dan Keke..
Aku melihat muka Zeze memerah, walaupun tidak terlalu merah. tapi aku tau dia malu.
selang beberapa menit bis kami melaju, membawa kami ke bali.
Aku menikmati perjalanan dengan mendengarkan lagu dari I-podku.
Ya,jujur saja aku bosan di sini. zeze yang duduk di sampingku tidak mengajakku bicara.
Dia hanya diam dan mendengarkan lagu dari I-podnya.Apa dia gak bosan ya??tanyaku dalam hati.
Aku mengamatinya. Ia sama sekali tidak bergerak.
Hey..dia tidur. Aku baru menyadarinya, karena dia memakai kacamata.
Kutinggalkan Zeze dengan aktifitasnya. Aku celingukan memperhatikan teman-temanku.
Ada yang memakan bekal yang dibawanya, ada yang berbincang dengan  teman sebangkunya, dan ada pula yang tidur.
Tiba-tiba aku merasakan ada yang menimpa pundakku.