Rabu, 29 Desember 2010

cerpen ALVIA

Aku tau hari ini akan terjadi. Hari dimana dia memintaku untuk melepasnya pergi ke seberang benua.
Satu bulan yang lalu, dia bertanya
# Flashback mode : on #
“Kalau misalnya aku harus pergi ninggalin kamu untuk sementara, apa hubungan kita akan tetep lanjut??” tanyanya sambil menatap bintang yang terlihat cerah di langit taman malam itu.
“Ya, semuanya tergantung kamu.” Jawabku singkat.

Kau menatapku heran dan bertanya “ Maksudnya??”
“ya kalau kamu sanggup long distance, hubungan kita akan lanjut. Tapi kalau kamu gak sanggup, aku akan nunggu kamu balik ke sini.” Jelasku
Kau tersenyum mendengar penjelasanku.
“tapi kalau aku gak balik lagi??” Tanyamu lagi.
“Ssttt..jangan ngomong yang enggak-enggak. Omongan itu sama aja do’a. Aku gak mau tuhan denger omonganmu itu, Sivia Azizah.” Ucapku seraya menaruh telunjukku di bibirnya.
Kau terdiam .
Saat itu aku sangat mencintaimu.
Cinta yang masih bertahan sampai sekarang.
“Emang kamu mau pergi kemana?” tanyaku.
“Sebulan lagi papaku di pindah tugas ke New York. Dan aku harus ikut. Selama 3 tahun aku harus tinggal disana. Tapi Nanti aku akan kuliah di Indonesia.” jelasnya menatapku.
Aku membalas tatapanmu.
“Sebenernya aku gak pengen kamu pergi, walaupun cuma sementara.” ucapku sungguh-sungguh.
“Aku sebenernya juga gak pengen pergi, tapi aku harus pergi vin.”
Aku memelukmu. Kau membalas pelukanku.
“Kalau memang aku gak bisa cegah kamu pergi. Aku akan tetap nunggu kamu dan gak akan ada yang bisa gantiin kamu.” janjiku kepadanya.
“Janji??” tanyanya melepaskan pelukanku dan mengacungkan jari kelingkingnya.
“Aku janji.” kataku seraya menautkan jari kelingkingku ke jari kelingkingmu.
“Aku juga janji gak akan ada yang akan gantiin kamu di hatiku, aku akan jadi cinta terakhirmu dan kamu akan jadi cinta terakhirku.” Janjinya.
Aku mengecup keningnya lembut.
“Aklu cinta kamu, Alvin Jonathan Sindunata.” ucapnya.
“Aku juga cinta kamu, Sivia Azizah.” balasku.
#Flashback mode : off#

Malam ini aku dan Sivia duduk bersebelahan di taman. Hening menyelimuti aku dan dia selama beberapa menit.
“Kamu besok jadi pergi jam brapa??” tanyaku memecah keheningan.
“Jam 10 pagi.” jawabnya singkat.
“Aku anter ya?”tawarku.
“Gak usah. Kamu kan harus latian basket.” larangnya.
“Aku bisa minta izin.”
“Alvin,please. Kalau kamu ikut anter aku ke bandara. Aku malah susah buat ninggalin kamu.” mohonnya menatapku.
“ Ok. Aku ngerti.” jawabku pasrah.
“Kita putus aja,ya. Aku cuma gak mau kamu terikat sama aku tapi hati kamu udah bukan buat aku.” jelasnya.
Aku menghela nafas.
“Aku terima keputusanmu. Tapi aku akan tetap tepatin janjiku.” jawabku mantap.
Dia tersenyum.
“Gak perlu,vin.” ucapnya
“Aku cuma mau nepatin janjiku. Kalau kamu gak nepatin janjimu, aku gak marah kok.”
"Aku harus pulang. Aku gak boleh telat bangun besok." ucapnya mengalihkan pembicaraan.
"Aku anter ya??" tawarku.
"Gak usah,vin. Aku di jemput kok." tolaknya.
"Ok. See you later." kataku
"See you later too." balasnya melambaikan tangan.

Aku mengambil gitarku dan memainkannya sambil bernyanyi menatap kepergiannya.

Sumpah tak ada lagi
Kesempatan untuk ku
Bisa bersamamu
Kini ku tau
Bagaimana cara ku
Untuk dapat trus denganmu
Bawalah pergi cintaku
Pada ke mana pun kau mau
Jadikan temanmu
Temanmu paling kau cinta
Di sini ku pun begitu
Trus cintaimu di hidupku
Di dalam hatiku
Sampai waktu yang pertemukan
Kita nanti

Saat mendengar aku bernyanyi Sivia menghentikan  langjahnya dan berbalik.
Setelah aku bernyanyi aku melihat dia meneteskan air mata.
Kau berlari dan langsung memelukku.
Aku membalas pelukanmu.
Kau menangis di pelukanku.

"Aku gak mau pergi ninggalin kamu,vin. Aku pengen tetep disini, sama kamu. Aku cinta kamu, Alvin."
ucapmu terisak di pelukanku.
"Aku juga cinta sama kamu. Kamu tetep harus pergi. Aku janji gak akan ada yang bisa gantiin kamu di hatiku. Walaupun kita jauh, kita masih bisa kirim e-mail dan chatting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar