Senin, 13 Desember 2010

Cinta Kilat (Last part)

ALVIN P.O.V.
Kepala Zeze tersandar rapi di pundakku.
Entah kenapa aku tidak berusaha menghindar atau menyenderkan kepalanya ke jendela.
Aku malah mengamatinya. Ia cantik saat terlelap, tanpa sadar aku membelai rambutnya dan berusaha melepaskan kacamata, yang tampaknya mengganggu.
Ku benahi letak kepalanya agar ia nyaman di pundakku.
Wajahnya kelihatan kelelahan, mungkin karena mempersiapkan barang-barangnya semalam.
Aku berpikir sejenak, kenapa aku memperhatikannya?
kenapa aku harus membiarkannya tidur di pundakku?
Dan kenapa sejak tadi jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya?
Tapi aku merasakan kenyamanan saat berada di dekatnya.
kenyamanan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.
Kubiarkan pikiran-pikiranku melayang.
mataku terasa berat, dan aku mulai terlelap.

ZEVANA P.O.V

Aku membuka mataku perlahan. Entah kenapa aku tidur sangat nyenyak padahal ini tidur di bis. Aku menegakkan kepalaku, dan aku tersadar 'aku tertidur di pundak Alvin'.
Aku celingukan melihat teman-temanku, mereka sibuk dengan aktifitas masing-masing, kebanyakan memang tertidur.
'mudah-mudahan tidak ada yang memperhatikan kami.' pikirku.
Alvin, dia juga sedang tidur. Tapi, kenapa dia tadi membiarkanku tidur di pundaknya??
Aku berdiri. Keke, Deva, Ray, Oliv, Acha, dan Ozy sedang tidur.

“Ze, kamu sudah bangun?” Tanya bu Winda, wali kelasku.
“Ya,bu. Ada apa??”
“Sini, kamu belum makan siang kan??” kata bu Winda.

Aku berusaha keluar dari tempat dudukku dengan tidak membangunkan Alvin.

“Terima kasih,bu.” Ucapku setelah menerima dus yang berisi makanan.
“ya.sama-sama. Ini sekalian milik Alvin” kata bu Winda sambil memberikan satu dus lagi.

~~~~~~~~~~SKIP~~~~~~~~~~~~~~

“Hoaahhmm.” Aku mendengar suara Alvin menguap.
Aku menoleh.
Dia membuka mata sipitnya, dan mengucek matanya.
“Udah bangun Ze??” katanya
“Udah.” Jawabku singkat dengan mulut penuh makanan.
“Sepi banget disini.” Katanya sambil celingukan.
“Ya, anak-anak lagi pada tidur.Nih makanan lo.” Kataku sambil menyerahkan makanan yang diberikan bu Winda tadi.
“Thanks.” Ucapnya singkat.
“Eh,kacamata gue mana??” tanyaku.
“Hah?? Kacamata??” dia balik nanya.
“Iya,kacamata yang tadi gue pakek.” Kataku menjelaskan.
“Oh. Nih.” Katanya sambil memberikan kacamata ku.
“Kenapa tadi lo ambil??” tanyaku penasaran.
“Lha lo tidur pakek kacamata. Apa telinga lo gak sakit. Ya udah gue lepasin.” Jelasnya.
“Oh..thanks,deh.” Ucapku.

Dia perhatian banget sih, sampe hal sepele kayak gitu di urusin.
Aku meneruskan makanku dan terus memikirkan hal itu.
Alvin juga meneruskan makanannya.

Setelah selesai makan, aku bingung harus melakukan apa.
Aku hanya diam memandang ke lluar jendela bis.
“Ze,lo gak bosen apa daritadi diem mulu??” Tanya Alvin memulai pembicaraan.
“Hmm..bosen juga sih. Abis bingung mau ngapain.” Ucapku jujur.
“Ya,disini kan ada gue. Ajak ngobrol gue kek.” Katanya.
“Kan lo udah ngajak ngobrol gue duluan.”
“Iya,juga sih. Lo marah ya sama gue??” Tanya Alvin.
“Marah??kenapa gue harus marah??” aku balik bertanya.
“Mm..gak tau juga.” Kata Alvin garuk-garuk kepala.
“ya, kalo gitu gak usah nanya vin.” Ucapku
“Abis lo daritadi diem aja.”
“Gue diem, karenam gue bingung mau nbgomong apa.”kataku jujur.
“Hahahaha..Ngapain lo bingung??nyantai aja lagi.”katanya ngakak.
“Yahh..dia malah ngakak.”
Obrolan itu berlangsung lama dan seru. Kadang kami tertawa bersama. Aku merasa nyaman di dekatnya, obrolan kami juga nyambung.


Saat di kapal, aku bersama sahabat-sahabatku.
Obrolan kami, hanya AKU dan ALVIN.
Yah, sebenernya aku malu, tapi ya aku hanya menjawab pertanyaan mereka seadanya.

Aku menjauh dari mereka.
Mencari angina dan menikmati indahnya laut.
Aku merasa kedinginan. Aku mendekap tanganku, agar merasa lebih hangat.
Tapi tiba-tiba seseorang mmakaikan jaket dari belakang.
Aku menoleh.
“Alvin??” kataku saat melihatnya.

“Lo kedinginan kan??” tanyanya.
“Iya sih,tapi kan gak harus minjemin jaket lo ke gue.”
“Ya elah, nyantai ajja lagi. Gue juga pakek lengen panjang ini.” Jawabnya santai.
‘Ni anak cuek banget sih, sikapnya kan bisa buat gue GR. Apa dia gak mikir??’ batinku dalam hati.

Alvin
Aku gugup saat berada di dekatnya, rasanya jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku berusaha menghilangkan kegugupanku dengan memasukkan tanganku ke dalam saku celana.
Aku melihatnya menggosok-gosok tangannya, dia masih kedinginan. Kuberanikan diri menggenggam kedua tangannya dan menggosok-gosoknya.
“Kalo gini udah agak hangat kan??” kataku sambil tetap menghangatkan tangannya.
Dia tampak kaget. Namun ia menganggukdan menatapku seolah bertanya ‘Buat apa lo lakuin ini?’
Aku balik menatapnya dan tersenyum kepadanya. Selama beberapa menit tatapan kami beradu dan tangan kami masih saling menggenggam.
‘Dia cantik,manis, dan aku nyaman berada di dekatnya. Perasaan apa ini sebenarnya? Apakah ini cinta??’ pikirku
Laju kapal yang berhenti turut menghentikan aktifitas kami.
“Mm..keliatannya udah sampe. Kita turun yuk.” Kataku sambil melepaskan genggaman tangan kami secara bersamaan.
Dia mengangguk mengiyakan perkataanku.
Kami turun kapal berdua, sahabat-sahabat kami mungkin sudah ada di pelabuhan.
Kami hanya diam saat berjalan menuju bis.
Aku berusaha memulai pembicaraan.
“Ma..” kata kami bersamaan.
Kami tertawa kecil.
“Lo duluan aja,Ze.” Kataku menyuruhnya.
“Gak usah, lo duluan aja.” Balasnya.
“Ladies first,Zevana.”
“Oke,gue duluan.Mm.. makasih ya buat tangan sama jaket lo tadi.” Katanya.
“Berhasil buat gue hangat.” Tambahnya.
“Iya.” Jawabku singkat.
“Terus lo mau ngomong apa tadi??” tanyanya penasaran.
“Gue mau minta maaf karena gue tadi udah lancang megang-megang tangan lo.”
“Hahahaha.. gak papa lagi, nyantai aja.” Ucapnya ngakak dan enteng.

~~~~~~~~~~~~~~~SKIP~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Kami melanjutkan perjalanan kami menuju hotel.
Aku dan Zeze sekamar dengan sahabat kami masing-masing.
Zeze bersama Keke, Acha dan Oliv.
Aku bersama Deva, Ozy dan Ray.
Sisa hari itu kami habiskan di hotel seharian untuk tidur.

Keesokan Harinya..
Hari ini waktunya kita berkunjung ke tempat-tempat wisata di Bali.
Kami berdelapan selalu bersama. Terkadang kami berfoto, bercanda, dan tertawa.
Tapi ya sahabat-sahabat ku dan Zeze tetap sering bersama dengan pacar masing-masing.
Dan aku bersama Zeze.

Selama bersama Zeze (hanya berdua) aku merasa nyaman, nyaman sekali.
Saat berjalan mengelilingi tanah lot, aku dan Zezememutuskan untuk tidak ke pantai melainkan hanya berjalan mengelilingi bukit-bukit yang ada di sekitar pantai.
Seperti biasa kami hanya mengobrol santai Apapun bisa jadi bahan obrolan kami. Saat melihatnya tersenyum, hatiku merasa tenang.
Aku menggandeng tangannya. seperti biasa, dia tampak terkejut. Dia menatapku dan tersenyum seakan dia membolehkanku menggandeng tangannya.
Hening..beberapa menit.
“gak ada yang marah kan kalo gue gandeng tangan lo?” tanyaku memecah keheningan.
Dia hanya menggeleng dan teripu malu.
Setelah itu, kami kembali ngobrol santai seperti biasa.
Hari itu berjalan dan berakhir menyenangkan.

Esoknya, saat sore hari acara kami bebas.
Kami berdelapan memutuskan menghabiskan sore itu di pantai kuta sambil menikmati sunset.

“Kita mencar yuk, kayaknya lebih asyik.” Usul Deva dengan kerlingan matanya.
“Tunggu. Inget gak janji kalian bertiga sebelum kita berangkat??” tanya Zeze sambil menunjuk Acha, Keke, dan Oliv.
“Janji yang mana??” tanya Acha pura-pura tidak mengerti.
“Yang gak akan nyuekin gue.” Ucap Zeze.
“Kita gak nyuekin lo kan sekarang buktinya.” Kata Keke.
“Tapi secara gak langsung kalo lo pada minta kita mencar mulu sama aja nyuekin gue kan??” Jelas Zeze.
“Yahh..Zeze jangan cemberut gitu dong.” Rayu Acha.
“Sekali ini,deh. Lo kan baik Ze.” Kata Ray merayu.
“Terserah.” Kata Zeze sambil pergi meninggalkan tempat kami berkumpul.
“Zeze tunggu.” Cegah Oliv yang daritadi diam
TApi Zeze tetap berlalu tanpa memperdulikan panggilan sahabatnya ittu.
“Udah, Liv. Biar gue aja yang kejar dia.” Ucapku.
“Tolong kita ya, Vin.” Ucap Acha dan Keke memelas.
Aku mengangguk dan berlari mengejar Zeze.
“Ze,tunggu.” Panggilku.
Tapi ia tetap berlari menjauh. Aku mengejarnya sampai ia berhenti dan duduk di sebuah batu karang yang cukup besar untuk duduk berdua.Aku menghampirinya.
“Boleh gue duduk di samping lo??” tanyaku hati-hati.
Ia mengangguk. Akupun duduk di sampingnya.
“gue tau kok,Ze.Apa yang lo rasain.” Kataku berusaha menenangkannya.
“Ya kita sama-sama ngalamin ini.”ucapnya dengan suara serak dan parau.
Aku membelai lembut rambut panjang hitamnya.
“Kalo lo pengen nangis, nangis aja Ze sepuas lo. Gue siap kok nampung tangisan dan curhatan lo.”
Dia terdiam. Sedetik kemudian, ia menumpahkan air matanya.
“Gue kangen,vin. Sama mereka yang dulu. Sebelum mereka punya pacar. Mereka selalu merhatiin gue, gue diem bentar aja mereka udah pada khawatir. Kita selalu ngabisin waktu bareng-bareng. Entah itu foto-foto, nonton, makan chattingan.” Jelasnya terisak.
Aku memeluknya, mencoba menenangkan hatinya.
Dia membalas pelukanku. Tapi masih tetap menangis walaupun tidak separah tadi.
“Sekarang, waktu kita kumpul aja jarang. Bahkan pernah sehari,kita gak ngumpul, karena aktifitas mereka sama pacar-pacarnya. Dulu mereka selalu ada saat gue butuhin, juga sebaliknya. Dan lo tau vin, gue sekarang kayak supir yang kehilangan kendali bisnya. Gue pengen mereka balik kayak dulu.” Curhatnya.

Zevana

Aku menumpahkan air mataku dan semua kekesalanku di pelukan Alvin. Aku merasa tenang dan nyaman saat aku ada di pelukannya. Dia membelai rambutku dengan lembut, dan membuat tangisanku berhenti. Semua kekesalan dan kemarahanku lenyap di pelukannya.
“Udah tenang kan??” tanyanya.
Aku mengangguk dan melepaskan pelukanku.
“sorry.” Ucapku.
“gak papa kok,Ze. Apapun bakal gue lakuin asal lo tenang.” Ucapnya sambil menghapus air mataku.
Aku mendongak,kaget. Mendengar ucaapannya.
“Lo ngerti kan kalo orang baru punya pacar pasti lupa semuanya. Mereka mungkin terlalu seneng, sampai mereka lupa sama orang yang berarti di hidup mereka. Ya kita sebagai sahabat Cuma harus sabar kalo kita dicuekin. Itu mungkin Cuma sementara. Ya Cuma awal-awal ini aja. Kalo udah lumayan lama mereka juga pasti balik kayak dulu lagi. Sekarang kita Cuma bisasabar.” Nasehatnya panjang lebar.
Aku mengangguk tanda mengerti.
“Thanks,ya vin. Kalo lo gak ada di sini gue gak tau apa yang harus gue lakuin.”
“Sama-sama,Ze. Apapun bakal gue lakuin asal air mata lo berhenti dan ada senyum di wajah lo.” Ucapnya manis.
“Vin, jangan ngegombal deh. Buat yang kedua kali.” Kataku sewot.
“Siapa yang ngegombal?? Gue serius Zevana Arga Ane Angesti.” Katanya sambil menatap mataku dalam.
Aku diam tak bisa berkata-kata.
”Gue sayang sama lo,Ze. Bukan Cuma sayang, tapi Cinta. Kita emang baru deket 3 hari ini. Jujur gue ngerasa tenang banget di deket lo. Dan gue nyaman. Kenyamanan yang belom pernah gue rasain sebelumnya.Gue juga gak tau kenapa gue bisa cinta sama lo. Jantung gue gak pernah tenang saat gue deket sama lo. Lo rasain ini. ” katanya sambil menarih tanganku dan menaruh di dadanya.
Aku merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Aku tersenyum.
“Gue cinta sama lo,Ze. Mau gak lo jadi pengisi hati gue??” tanyanya sambil menatapku dalam.
“Sorry, gue gak bisa vin.” Kataku
“Gak papa kok,Ze. Tapi kita…” kata-katanya terpotong.
Aku menaruh telunjukku di bibirnya.
“Gue belom selesai ngomong, Alvin.”
“Gue gak bisa bo.ongin perasaan gue. Gue juga cinta sama lo.” Kataku lagi.
“Jadi??” tanyanya meyakinkan.
“ya, jadi gue mau jadi pacar seorang Alvin Jonathan Sindhunata.” Kataku tersenyum.
Dia memelukku. Aku membalas pelukannya.
“Makasih, Ze. Jangan nangis lagi ya.” Ucapnya lembut.
“Ya,sama-sama. Eh, liat deh kita jadian pas banget sama waktu sunset.” Kataku melepaskan pelukannya dengan lembut dan menunjuk matahari yang sedang kembali ke peraduannya.
“Kita itung,yuk.” Kata kami bersamaan.
“5,4,3,2,1.” Kami menghitung pelan-pelan dan tepat pada hitungan terakhir langit senja berubah menjadi langit malam..
“ZEEEVIIINN.” Aku dan Alvin mendengar teriakan. Kami menoleh.
Ternyata sahabat-sahabat kami.
Alvin turun dari batu karang terlebih dahulu, setelah itu membantuku turun.
Sahabat-sahabatku berlari menghampiri kami, diikuti pacar-pacarnya. Aku pun berlari menghampiri mereka. Kami berempat (aku,Acha,Keke,dan Oliv) berpelukan.
“maafin kita,ya Ze. Kita udah nyuekin lo selama ini” kata Acha.
“iya, maafin kita ya. Kita terlalu seneng sampe kita lupa sama orang yang paling berharga dalam hidup kita.” Kata Keke.
“Ya kita minta maaf. Lo jadi sedih gara-gara kita.” Sambung Oliv.
“Gak papa,kok. Gue ajja yang terlalu kekanak-kanakan. Gue terlalu bergantung sama kalian. Makanya saat kalian nyuekin gue dikit aja, gue jadi sedih.” Ucapku.
Kami melepaskan pelukan kami.
Kemudian meletakkan tangan kami berempat di tengah.Alvin dan sahabat-sahabatnya juga melakukan hal yang sama.
Kami berteriak “BEST FRIEND FOREVER.” Saat mengangkat tangan kami bersama-sama.

~~~~~~~~~~~~~~~~~TAMAT ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar